Bappenas dan UNICEF Gelar Workshop Pengembangan Stranas ATS

Jakarta – Bappenas RI bekerjasama dengan UNICEF menyusun Strategi Nasional Penanganan Anak Tidak Sekolah (Stranas ATS) dengan mengundang perwakilan dari 2 Provinsi dan 2 Kabupaten di Indonesia, yakni Provinsi Sulawesi Barat (Bappeda dan Dinas Provinsi, Bappeda Mamuju, Dinas Kabupaten Mamuju dan Yayasan Karampuang), Perwakilan dari Provinsi Jawa Tengah ( Bappeda, Dinas Pendidikan, LP2M Universitas Negeri Semarang, Bappeda Brebes, Dinas Pendidikan, Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP), Bappenas, Sekretariat RI UNICEF, dan tim Edukasi UNICEF Indonesia.

Spesialis Edukasi UNICEF Suhaeni Kudus mengatakan, wajib belajar 12 tahun ditetapkan sebagai salah satu prioritas pembangunan pendidikan. Sasaran Wajar 12 Tahun ini mencakup seluruh warga negara Indonesia khususnya yang berusia 6 – 21 tahun agar dapat mengenyam dan menuntaskan pendidikan dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan menengah, namun faktanya, menurut data Susenas 2017, diperkirakan ada 4,4 juta anak usia sekolah (7 – 18 tahun) yang tidak bersekolah.

” Studi yang dilakukan oleh UNICEF Global Initiative on Out of School Children: Indonesia Case Study, 2015 tentang Anak Tidak Sekolah (ATS) di Indonesia mengidentifikasi berbagai faktor penyebab ATS, salah satunya adalah keterpencilan daerah tempat tinggal mereka, ketertinggalan atau kesenjangan pembangungan daerah, kemiskinan dan latar belakang ekonomi keluarga, serta masih belum memadainya layanan pendidikan untuk anak rentan seperti anak penyandang disabilitas,” ungkapnya saat dipertemuan di jakarta, jumat (21/06/2019)

Lanjut Suhaeni, bahwa masih banyak tantangan dari segi pemberian layanan pendidikan dan pelatihan, baik dari segi ketersediaan mau pun kualitas dan relevansinya. ” Strategi Nasional Penanganan Anak Tidak Sekolah (Stranas ATS) ini bertujuan untuk memastikan adanya penguatan, perbaikan, perluasan, serta koordinasi yang lebih baik dan efektif dari berbagai program dan inisiatif pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan pelatihan anak-anak di Indonesia,” imbuhnya.

Stranas ATS ini menguraikan kompleksitas isu dan permasalahan yang saling berkaitan yang menyebabkan anak tidak bersekolah atau putus sekolah. Stranas ATS ini berfokus pada berbagai kelompok anak usia 7 – 18 tahun yang menjadi sasaran penerima manfaat berbagai program, termasuk didalamnya kelompok anak rentan, seperti anak penyandang disabilitas, serta anak-anak yang berada di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).

Stranas ATS ini diharapkan dapat membantu memastikan agar setiap anak di Indonesia memperolah layanan pendidikan dan/atau pelatihan yang berkualitas dan relevan dengan kehidupan mereka.

Sementara Kasubdit Pendidikan Dasar Menengah Bappenas Vivi Andriani mengatakan, dari total penduduk usia sekolah (7 – 18 tahun) di Indonesia yang berjumlah sekitar 55 juta anak, berdasarkan analisa terhadap data Susenas 2017 diperkirakan 8% diantaranya tidak bersekolah.

” Persentase ini setara dengan sekitar 4,4 juta ATS. Untuk populasi anak usia SD/MI (7 – 12 tahun) diperkirakan ada 190 ribu (0,7%) yang tidak bersekolah, sedangkan untuk populasi anak usia SMP/MTs (13 – 15 tahun) diperkirakan ada 1,1 juta (8,3%) yang tidak bersekolah, dan untuk populasi anak usia SMA/MA (16 – 18) tahun diperkirakan ada 3,1 juta (23,9%) yang tidak bersekolah,” terangnya.

Vivi menambahkan, yang dinamakan dengan ATS adalah anak yang berusia 7-18 tahun, dengan kriteria pertama yang tidak pernah bersekolah baik di jenjang SD/MI sederajat, SMP/MTs sederajat, atau SMA/MA sederajat, kedua putus sekolah tanpa menyelesaikan jenjang pendidikannya (putus sekolah di tengah-tengah jenjang SD, SMP, atau SM), dan putus sekolah tanpa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (transisi dari jenjang SD ke jenjang SMP atau dari jenjang SMP ke jenjang SMA).

Dalam konteks Stranas ATS ini, strategi penanganan ATS dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu strategi intervensi dan strategi pencegahan. Strategi pencegahan akan dirumuskan secara singkat dengan target utama lingkungan sekolah untuk menangani anak yang masih bersekolah tetapi beresiko putus sekolah.

” Bappenas akan melakukan upaya terkait regulasi hukum, sehingga penyelenggaran di daerah dengan Kemendagri, untuk payung hukum awal stranas secara awal dengan bentuk perpres dan RPJMM, dan ke depan akan ada permendes dan lainnya, namun stranas ATS ini akan diujicobakan dulu di 2 Kabupaten di Indonesia yakni di Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat,” imbuhnya lagi.

Perwakilan dari Mamuju yang disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan Mamuju Dra.Hj.Murniani,MM mengatakan, apreasiasi dengan adanya panduan dan juknis stranas ATS, nantinya bisa memudahkan bagi daerah untuk melakukan perencanaan dan akselerasi ATS kembali belajar di sekolah, namun pihaknya juga meminta agar perlu ditingkatkan evaluasi dari stakeholders yang ada, siapa melakukan apa yang dijelaskan di SK Bupati, termasuk regulasi data yang akurat melalui Pendataan Berbasis Masyarakat
sedangkan masih ada beberapa data yang tumpang tindih seperti halnya pendataan yang dilakukan Kemensos sendiri terkait pendataan BDT, sehingga perlu di sinkronisasi agar tidak doubel cunting, karena banyak database yang perlu dicombine.

Sedangkan dari Perwakilan Brebes disampaikan oleh Dr. Angkatno, M.Pd mengatakan, bahwa pentingnya daerah untuk menyusun RAD Stranas ATS di Kabupaten/Kota, termasuk panduan atau petunjuk teknis pelaksanaan ATS, persoalan data dan validasi ATS menjadi penting untuk menentukan kebijakan terkait pendidikan dan penanganan tidak boleh parsial tetapi holistik, semua komponen harus terlibat dalam penanganan ATS baik dari tokoh agama, tokoh masyarakat, media, pemerintah desa/kelurahan, OPD dan pegiat pendidikan, serta LSM yang fokus dibidang pendidikan. ” GKB di Brebes juga melibatkan Instansi vertikal seperti Kemenag, Dandim, Kapolres, dan Dunia Usaha untuk mengatasi ATS kembali bersekolah, dan target ATS yang dikembalikan ke sekolah di tahun 2019 yakni 5.000 anak, ” pungkasnya. ( Bahrul Ulum)

Bagikan ke :